JAKARTA – Sebuah studi terbaru dari Universitas Harvard mengungkapkan kaitan erat antara peternakan sektor serta risiko penyakit zoonotik (penyakit yang digunakan dapat berpindah dari hewan ke manusia). Laporan yang disebutkan merekomendasikan pengurangan lapangan usaha peternakan hewan intensif secara global sebagai langkah penting untuk menurunkan ancaman pandemi pada masa depan.
”Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) juga mengonfirmasi hal ini, menegaskan bahwa peternakan sektor intensif berisiko memicu pandemi berikutnya apabila tiada ada pembaharuan signifikan di praktik-praktik tersebut,” kata Direktur Pengelola AFFA Among Prakosa di siaran pers, Hari Jumat (13/12/2024).
Tahun ini wabah flu burung kembali merebak pada berubah-ubah belahan dunia. Nusantara juga masih merupakan wilayah endemis Flu Burung. Setiap tahun sejak 2005, sebagian besar wabah terjadi di belahan bumi utara, kecuali, menurut data World Organisation for Animal Health (WAHIS), tiga tahun berturut-turut, pada 2008, 2009, lalu 2019 Negara Indonesia berubah menjadi negara yang melaporkan jumlah agregat wabah akibat ungags terbanyak.
Peternakan sektor dengan situasi yang dimaksud padat dan juga kurang higienis, menciptakan lingkungan yang ideal bagi penyebaran penyakit seperti H5N1. Hewan-hewan hidup di kepadatan ekstrem dengan langkah-langkah biosekuriti yang dimaksud minim, memperburuk peluang penularan penyakit tersebut.
Indonesia mencatatkan jumlah agregat perkara dan juga kematian akibat flu burung (H5N1) tertinggi di dunia. Sejak virus ini pertama kali terdeteksi pada burung pada awal tahun 2004, Indonesi berubah menjadi pusat perhatian di upaya pengendalian wabah. Lebih dari 29 jt burung di seluruh Negara Indonesia dimusnahkan sebagai langkah penanggulangan.
Kini, pemerintah terus menguatkan pengawasan serta langkah pencegahan, teristimewa setelahnya laporan Organisasi Kesejahteraan Global (WHO) tentang infeksi H9N2 terbaru di India. Upaya ini menegaskan komitmen Tanah Air pada melindungi kesejahteraan komunitas kemudian menjaga dari penyebaran virus ini lebih besar luas.
Act for Farmed Animals (AFFA), Koalisi NGO Sinergia Animal lalu Animal Friends Jogja,
menegaskan bahwa solusi untuk krisis H5N1 sudah ada jelas yakni mengakhiri peternakan pabrik. Sistem ini menciptakan situasi ideal bagi penyakit untuk mengalami perkembangan lalu menyebar ke manusia yang tersebut mengancam kesegaran global.
Untuk itu, AFFA menghadirkan semua pihak untuk bersama-sama mengambil langkah nyata: meningkatkan kesejahteraan hewan, menguatkan biosekuriti, juga beralih ke sistem pangan berbasis nabati. Solusi ini tidak hanya sekali tambahan segar untuk manusia, tetapi juga lebih besar ramah bagi bumi yang tersebut kita tinggali bersama.
Di Indonesia, salah satu inisiatif untuk memperkenalkan makanan berbasis nabati dan juga pola hidup sehat adalah Nutrisi Esok Hari. Sejak inisiasi ini dalam mulai pada tahun 2021, Nutrisi Esok Hari telah lama bekerjasama dengan 16 institusi di dalam Indonesia.
Melalui inisiatif ini, institusi mendapatkan dukungan dan juga panduan gratis untuk menggantikan produk-produk hewani dengan alternatif berbasis nabati. “Krisis flu burung ini adalah bukti nyata bahaya dari pola hidup yang tersebut bukan berkelanjutan dan juga sektor peternakan intensif,” lanjutnya.
“Sudah saatnya kita menghentikan pendanaan untuk praktik-praktik mengacaukan ini lalu mulai berinvestasi pada alternatif berbasis nabati yang tambahan manusiawi, berkelanjutan, lalu melindungi kesegaran juga keanekaragaman hayati,” ujarnya.
Artikel ini disadur dari Penyebaran Wabah Flu Burung, Koalisi NGO Desak Penghentian Peternakan Pabrik