JAKARTA – Indonesi mempunyai kapasitas serta kemampuan besar di menjalankan emisi karbon . Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, nilai perdagangan karbon sebesar Rp29,21 miliar hingga 29 September 2022 dengan besar unit karbon yang diperdagangkan berjumlah 459.953 ton CO2 ekuivalen.
“Ini bermetamorfosis menjadi pandangan kemampuan negara di mengurus emisi karbon. pemerintahan juga sudah pernah mengeluarkan sebagian regulasi terkait perdagangan karbon, antara lain Perpres 08/2021 juga Peraturan OJK no 14/2023 yang digunakan mengatur perdagangan karbon melalui bursa karbon,” ujar Ketua Dewan Pembina Tanah Air Digital Carbon Association (IDCTA) Bambang Soesatyo, di acara Carbon Digital Conference 2024 dengan tema “Reimagining Indonesi Carbon Market: Digital Innovations for Global Integrity” dikutip, Hari Jumat (13/12/2024).
Dia mengatakan, pemerintah berusaha mencapai penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% tanpa bantuan internasional lalu 43,2 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Dengan kemungkinan besar yang dimaksud dimiliki, Indonesia sanggup menjadi pemain kunci dalam pangsa karbon dunia.
“Indonesia juga berkontribusi pada Pasar Karbon Sukarela (Voluntary Carbon Market/VCM) Asia hingga 15 persen atau 31,7 metrik ton setara karbondioksida (CO2e) dengan estimasi nilai kegiatan offset karbon sebesar USD163 juta,” kata dia.
Ketua Indonesia Digital Carbon Association (IDCTA) Riza Suarga mengungkapkan, Carbon Digital Conference 2024 tahun ini diharapkan sanggup membantu seluruh pengambil kebijakan pada menjalankan perdagangan karbon di dalam Indonesia.
“Tahun lalu, CDC 2023 berhasil menantang 248 kontestan dari sekitar 50 negara. Tahun ini, kami berharap penyelenggaraan CDC bisa jadi memberikan solusi yang lebih lanjut konkret terkait perdagangan karbon lalu juga digitalisasinya,” jelas Riza.
Riza menjelaskan, CDC 2024 menggali lebih tinggi di mengenai perpaduan antara Artificial Intelligence (AI), Jaringan Internet of Things (IoT), dan juga pangsa karbon. Menyadari pentingnya teknologi-teknologi ini, konferensi ini akan menekankan peran dia pada melakukan konfirmasi integritas proyek-proyek karbon sembari menjajaki jalan baru untuk perkembangan yang dimaksud berkelanjutan.
Indonesia memiliki peluang besar untuk berubah menjadi penyedia kredit karbon berbasis alam dengan mekanisme offset mencapai 1,3 giga ton CO2e senilai USD190 miliar.
“Kami percaya bahwa menciptakan sistem kemudian lingkungan ekonomi kredit karbon adalah solusi alternatif bagi sejumlah negara, diantaranya Indonesia, pada mana transisi menuju operasi rendah emisi masih memerlukan waktu khususnya oleh sebab itu adopsi teknologi yang umumnya membutuhkan waktu lebih tinggi panjang kemudian nilai pembangunan ekonomi yang tersebut cukup besar. Pengenalan pangsa karbon Indonesi lalu meningkatnya minat terhadap kredit karbon dapat membimbing Tanah Air menuju pencapaian NDC dan juga carbon netral,” kata Yuliana Sudjonno, Partner lalu Sustainability Leader dari PwC Indonesia.
Sementara, Mantan Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengungkapkan, lingkungan ekonomi karbon harus dimanfaatkan dengan seoptimal kemungkinan besar oleh Indonesia. “Apabila tidak ada dimaksimalkan maka penduduk lain yang akan memanfaatkan keuntungan yang mampu didapat dari pangsa karbon,” kata dia.
Artikel ini disadur dari Indonesia Memiliki Kapasitas dan Kemampuan Mengelola Emisi Karbon