SURABAYA – Media Massa sosial berperan penting pada membentuk persepsi dan juga pilihan karier perempuan. Baru-baru ini, laporan UNESCO ‘Technology on Her Terms’ mengungkapkan, media sosial mempengaruhi kesejahteraan serta sekolah perempuan. Selain itu, media sosial juga dapat menguatkan stereotip gender.
Psikolog Universitas Airlangga (Unair) Dr Ike Herdiana M Psi Psikolog menanggapinya. Menurut dia, media sosial miliki kemungkinan untuk meningkatkan nilai tukar diri juga memulai pembangunan konsep diri positif, teristimewa ke kalangan anak-anak.
“Media sosial bisa saja memberdayakan anak-anak jikalau digunakan dengan bijak. Melalui media sosial, anak-anak dapat mendapatkan wawasan yang dimaksud lebih tinggi luas, berteman baru, serta berinteraksi positif dengan sekitarnya,” tuturnya.
Tidak cuma itu, Ike mengkaji media sosial dapat berubah jadi alat pembelajaran yang dimaksud efektif dan juga menyenangkan, mengingat keakraban anak-anak dengan teknologi. Menurutnya, media sosial dapat memfasilitasi anak-anak untuk memperoleh informasi edukatif.
Alih-alih miliki nilai positif, Ike juga menyampaikan peringatan ‘sisi gelap’ media sosial. Salah satunya adalah pelanggaran privasi yang mana dapat menyebabkan trauma psikologis pada anak.
“Anak-anak yang terintimidasi ke internet rutin merasa takut juga bingung, bahkan untuk berbicara dengan warga tua mereka. Bahkan, jikalau terpapar terhadap pelecehan seksual online dapat menyebabkan trauma pada anak-anak,” ulasnya.
Ike mengungkapkan bahwa WHO mencatat prevalensi cyberbullying yang digunakan sebanding ke antara semua anak. Namun, menurutnya, studi terbaru menunjukkan lonjakan cyberbullying pada gadis usia 11-13 tahun, yang tersebut berimbas pada motivasi dan juga prestasi sekolah mereka.
Stereotip Gender
Alih-alih memperjelas perbedaan gender serta menguatkan identitas mereka, Ike mencela stereotip gender di dalam media sosial yang kerap menyudutkan perempuan, bahkan dilaksanakan oleh perempuan lain.
“Padahal seharusnya sesama perempuan sanggup saling mendukung. Perempuan dalam media sosial realitasnya lebih tinggi enteng menampilkan dirinya sendiri tanpa harus merasa dibatasi. Namun rutin kali kekal mendapatkan stigma yang tersebut melemahkan,” beber Ike.
“Stereotip yang kerap muncul di dalam medsos adalah perempuan ringan dilemahkan melalui tindakan pelecehan seksual secara online juga rutin mendapatkan hinaan atau diskriminasi,” lanjutnya.
Ike mengingatkan pengaplikasian media sosial yang mana bijak, diantaranya waktu istirahat dari media untuk kesejahteraan. Selain itu, menurutnya, warga tua juga perlu mengawasi lalu mengomunikasikan mengenai pemanfaatan media sosial anak-anak.
Artikel ini disadur dari Media Sosial Bawa Dampak Psikologis dan Stereotip pada Perempuan