JAKARTA – Ekonom menyimpulkan kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng Minyakita dari Rp14.000 berubah menjadi Rp15.700 per liter, sesuatu yang digunakan aneh. sebab itu Nusantara adalah penghasil sawit terbesar, dimana minyak goreng dihasilkan dari minyak sawit.
Sebelumnya kenaikan HET Minyakita diinformasikan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat pada hari terakhir pekan 19 Juli ini. Sudah tepatkah kebijakan tersebut?
Kemendag menjelaskan bahwa HET minyak goreng harus disesuaikan dengan biaya produksi yang mana terus naik lalu fluktuasi nilai tukar rupiah. Di sisi lain produksi minyak sawit mentah (CPO) Nusantara terus meningkat, dimana pada tahun 2023 tercatat mencapai 50,07 jt ton.
Raihan yang dimaksud mengalami kenaikan sebesar 7,15% dibandingkan produksi tahun 2022 yang digunakan mencapai 46,73 jt ton. Pakar Kebijakan Publik lalu Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, menghadapi dasar itu menunjukkan bahwa untuk memunculkan minyak goreng, Indonesi tak harus impor, jadi alasannya biaya produksi lalu nilai tukar rupiah berubah menjadi sumir.
“Dengan produksi CPO yang tersebut melimpah, alasan kenaikan biaya produksi yang dimaksud dikaitkan dengan nilai internasional juga nilai tukar rupiah tampaknya kurang tepat, oleh sebab itu sebagian besar komponen baku utama berasal dari di negeri,” ungkap Achmad Nur Hidayat di keterangannya di Jakarta, Hari Senin (22/7/2024).
Menurutnya secara keseluruhan, meskipun ada justifikasi perekonomian di balik kenaikan HET minyak goreng, kebijakan ini tiada tepat waktu juga berpotensi memperburuk situasi perekonomian masyarakat, yang mana justru membutuhkan dukungan serta stimulus untuk mengatasi kelesuan kegiatan ekonomi ketika ini.
“Kenaikan HET minyak goreng, khususnya Minyakita, menjadi Rp15.700 per liter memang benar mengakibatkan pertanyaan terkait urgensi lalu dampaknya terhadap komunitas kecil, teristimewa pada konteks dunia usaha yang sedang menunjukkan tanda-tanda kelesuan juga alasan komponen ekonomi lalu sosial yang mana saling berkaitan,” bebernya.
Lebih lanjut Ia memberikan, tanda-tanda pelemahan dunia usaha nasional.
Pertama, situasi sektor ekonomi Tanah Air ketika ini menunjukkan tanda-tanda kelesuan yang mana signifikan. Indikator-indikator kegiatan ekonomi seperti Purchasing Managers’ Index (PMI) juga Ukuran Keyakinan Pelanggan (IKK) sudah menunjukkan penurunan, yang dimaksud mengindikasikan berkurangnya aktivitas kegiatan ekonomi lalu kepercayaan konsumen.
Penurunan PMI mengindikasikan kontraksi pada sektor manufaktur, sementara penurunan IKK menunjukkan bahwa konsumen kurang optimis mengenai keadaan kegiatan ekonomi masa depan, yang pada gilirannya mengempiskan pengeluaran publik. Dalam situasi ke mana aktivitas dunia usaha sedang melambat, kenaikan biaya barang permintaan pokok seperti minyak goreng hanya sekali akan memperburuk situasi dengan menekan daya beli rakyat lebih tinggi lanjut.
Artikel ini disadur dari Harga Eceran Minyak Goreng Naik, Beban Ekonomi Bakal Makin Berat