JAKARTA – Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, pembagian konsesi tambang tidak cara pandang Presiden ke-1 RI Soekarno atau Bung Karno. Gagasan itu merupakan cara pandang kolonialisme Belanda.
“Kalau tambang sekarang dibagi-bagi ini cara pandangnya masih cara pandang kolonialisme Belanda itu bukanlah cara pandang falsafah Bung Karno,” kata Hasto di diskusi memperingati Harlah ke-123 Bung Karno pada Sekolah Partai PDIP, Ibukota Selatan, Kamis (6/6/2024).
Menurut dia, konsesi izin tambang harus diberikan terhadap rakyat secara keseluruhan. Tujuannya untuk mengentaskan kemiskinan. Dengan demikian, hal ini sejalan dengan falsafah Pancasila.
“Jadi tambang diberikan untuk sebesar-besarnya untuk rakyat ini seharusnya kalau kita konsisten,” kata Hasto.
Dia menuturkan Bung Karno terus-menerus berupaya menghadapi bentuk kolonialisme, salah satunya upaya pembungkaman pengumuman kritis. “Kalau sekarang hanya sekali untuk berbicara dibungkam dengan hukum, itu kolonialisme baru,” ujarnya.
Pemerintah telah terjadi memberi restu konsesi tambang untuk ormas keagamaan lewat Peraturan eksekutif (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan melawan PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pertemuan Usaha Pertambangan Mineral lalu Batu Bara.
Beleid itu diteken Presiden Jokowi pada 30 Mei 2024. Dalam aturan itu, pemerintah menyisipkan tambahan satu pasal yakni pasal 83A. Pasal 83A ayat 1 berbunyi pada rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat dilaksanakan penawaran secara prioritas terhadap badan bisnis yang digunakan dimiliki organisasi kemasyarakatan keagamaan.
Artikel ini disadur dari Hasto PDIP: Bagi-bagi Tambang Cara Pandang Kolonialisme, Bukan Falsafah Bung Karno